Rabu, 23 Desember 2009

Saatnya Kembali ke Keluarga dan Agama

Soelastri Soekirno

KOMPAS.com — Kasus bunuh diri terjun dari gedung tinggi kini bak tren di Ibu Kota. Dalam 16 hari, ada lima kasus dugaan bunuh diri. Tekanan hidup membuat korban memilih jalan pintas. Ikatan keluarga dan kedekatan kepada Sang Pencipta menjadi solusi masalah ini.

Ada hal yang tidak biasa dari lima kasus dugaan bunuh diri yang terjadi dari 30 November hingga 15 Desember lalu. Semua korban memilih mal atau apartemen ternama sebagai tempat untuk mengakhiri hidup. Tentu saja kejadian tersebut sangat mudah diketahui orang. Benar saja, dalam waktu singkat, berita soal itu tersebar di situs pertemanan Facebook dan Twitter.

Bayangkan saat para korban itu memilih mal terkenal, semacam Senayan City Plaza dan Grand Indonesia. Tak pelak lagi, saat tubuh Reno Fadillah Hakim (25) yang terjun dari lantai lima terjatuh ke lantai satu mal Senayan City Plaza yang terang benderang, perhatian ratusan pengunjung langsung tersedot ke sana.

Inilah yang memunculkan pertanyaan di benak psikolog klinis Adriana Ginanjar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

”Heran ya, dulu orang kalau berniat bunuh diri malah malu diketahui banyak orang sehingga memilih melakukannya di tempat tersembunyi, tetapi sekarang kebalikannya,” tutur Adriana pada Jumat (18/12/2009).

Sampai sekarang tampaknya belum ada ahli yang bisa menjelaskan mengapa tren itu tiba-tiba muncul, lalu berturut-turut terjadi. Polisi pun menyatakan sulit memperkirakan latar belakang tindakan nekat para korban dalam kasus yang kemudian disimpulkan sebagai bunuh diri tersebut.

Soal kematian Linda Sari (34), polisi menyimpulkan korban bunuh diri. Linda diduga terjun dari lantai 27 kamar G dan ditemukan meninggal di lantai 7 Apartemen Istana Harmoni, Selasa lalu pukul 15.00.

Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Metro Gambir Inspektur Satu Suhendar memperkirakan kesulitan keuangan sebagai pendorong Linda terjun dari apartemennya. ”Tidak ada tanda-tanda kekerasan sehingga sementara ini kami simpulkan ia bunuh diri,” ujar Suhendar.

Putra Galang (39), orang kepercayaan Linda, mengatakan, Linda mempunyai usaha kredit aneka jenis barang. Sebelum kejadian, ada sekitar 30 orang yang seret mengembalikan pinjaman ke Linda. ”Total uang Linda yang berbentuk piutang ke pihak lain mencapai lebih dari Rp 200 juta,” ucap Putra.

Ia mengakui, Linda merupakan orang baik dan kerap tidak menolak orang yang membutuhkan pinjaman. Tidak heran ada sejumlah kasus pengembalian yang tersendat.

Penyebab bunuh diri Ice Junior (24) dan Reno pada 30 November lalu juga belum bisa dipastikan. Polisi hanya bisa menduga keduanya bunuh diri di dua mal berbeda, yakni Grand Indonesia dan Senayan City Plaza.

Kepala Unit Reskrim Polsek Metro Tanah Abang Inspektur Satu Sutrisno mengaku tidak mudah mengetahui alasan Ice dan Reno terjun dari lantai lima pusat perbelanjaan.

Dari keterangan keluarga, Ice mempunyai gejala sakit dan susah tidur. Namun, belum bisa dipastikan apakah itu membuatnya memutuskan bunuh diri.

Sementara itu, dari keterangan orangtua Reno kepada polisi diketahui bahwa Reno sempat meminta dikawinkan. Namun, orangtua belum memastikan kapan akan mengabulkan permohonan ini. Dua hari sebelum kejadian, Reno juga tidak makan. Ia meminta agar ditemani berjalan-jalan sampai akhirnya terjadi bunuh diri itu.

Mencermati sedikit gambaran di atas muncul dugaan setidaknya mereka mengalami tekanan dalam skala yang berbeda. Adriana menyatakan, dari sisi keilmuan, kondisi seseorang harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Namun, rata-rata mereka yang nekat bunuh diri biasanya memiliki tekanan (depresi) dalam waktu cukup panjang. ”Keluarga sering tak menyadari keadaan itu,” ucapnya.

Padahal, ketahanan kepribadian setiap orang berbeda. Ada yang mudah bangkit dari masalah yang membelenggu dirinya, tetapi ada pula yang sulit.

Faktor anak yang tumbuh dari keluarga tak harmonis, atau datang dari tempat yang relatif tenang lalu tiba-tiba harus hidup di keriuhan Jakarta yang menuntut serba cepat dan persaingan lebih sulit, juga bisa memunculkan tekanan hidup yang makin berat dan membelenggu seseorang. ”Anak yang tumbuh dari keluarga tak harmonis biasanya cenderung rapuh kepribadiannya,” kata Adriana.

Kondisi itu bukan tidak bisa lagi diatasi. Memiliki ikatan emosional yang kuat dengan orangtua, saudara, kerabat, dan teman menjadi faktor penting. Keluarga bisa memberikan inspirasi dan kekuatan untuk tetap bertahan hidup.

Penderita depresi bisa curhat dan orang di sekelilingnya pun tahu akan keadaan yang bersangkutan.

Hubungan sosial dengan sesama yang baik itu akan lebih lengkap bila memiliki hubungan kuat dengan Tuhan. Mencurahkan isi hati kepada pemberi hidup dan teman akan meringankan tekanan.

Pada akhirnya, kehidupan manusia memang harus kembali ke dasar, berhubungan dekat dengan Sang Pencipta dan keluarga, terutama orangtua


Selengkapnya Baca...Saatnya Kembali ke Keluarga dan Agama...

Merenungi Pembelajaran Tahun 2009

KRISTI POERWANDARI, Psikolog
KOMPAS.com - Bagaimana kita sebagai individu dan warga bangsa merenungi hidup pada tahun 2009? Bagaimana penghayatan dominan kita menyongsong tahun 2010?

Esensi pandangan tokoh-tokoh klasik Psikologi semoga masih relevan untuk membantu kita memahami diri. Di tingkat personal, kita masing-masing mempunyai persoalan: gagal dalam hubungan cinta, berkonflik di tempat kerja, dilecehkan, menghayati konflik pribadi, terjebak dalam ketakutan, tak kunjung menemukan pekerjaan, dan sebagainya.

Persoalan terdalam psikologi manusia pada akhirnya lebih terkait dengan penghayatan keberdayaan vs ketidakberdayaan. Konsep yang digunakan dapat berbeda-beda, Alfred Adler yakin manusia rentan menghayati inferioritas. Karen Horney bilang pengalaman sejak dini dapat membuat kita menghayati kecemasan dasar yang terus terbawa hingga dewasa.

Ketidakberdayaan akan dimaknai dan direspons secara berbeda-beda. Cara kita mengatasi persoalan sesungguhnya merupakan upaya untuk mengatasi rasa tak berdaya demi memperoleh (kembali) kekuatan diri.

Bila kita seolah selalu tersandung atau menghayati tema-tema utama persoalan

serupa, dan cenderung melakukan kesalahan sama dalam menyelesaikan masalah, kita perlu serius mempelajari diri sendiri. Apakah kita menampilkan pola respons yang sama yang tidak konstruktif? Rendah diri dan cari kompensasi dengan sok kuasa dan sok pamer?

Apakah kita malu dengan kondisi ekonomi yang terbatas dan malah berutang sehingga dikejar debt collector? Takut disakiti sehingga menghindar dari hubungan? Terluka lalu terjebak dalam promiskuitas seksual? Kecewa pada diri sendiri, lalu mengatasi dengan menghina orang lain dan pasangan? Selalu merasa menjadi korban paling menderita dan ingin menghukum orang lain dengan membunuh diri saja?

Kebermanfaatan sosial

Rasa tak berdaya sering diatasi dengan sikap kaku dan cara-cara yang berpusat pada diri yang sebenarnya tidak secara mendasar menyelesaikan masalah. Rasa takut mungkin membuat kita bertahan dalam hubungan menyakitkan atau sebaliknya malah selalu ingin menguasai orang. Kegamangan kita respons dengan menilai tinggi prestasi dan capaian materi, tampil ramah tetapi pilih-pilih teman dan sesungguhnya hanya untuk tujuan instrumental memperoleh keuntungan diri.

Cara-cara egoistik akhirnya menjadi ”neurotik”, memantapkan kebutuhan berlebihan yang tetap tak pernah sepenuhnya terpuaskan, malah menyisakan kekosongan. Adler mengatakan bahwa pada akhirnya, upaya menggapai superioritas secara bermakna adalah yang mengarah pada kebermanfaatan kita secara sosial. Melihat diri menjadi bagian dari konteks masyarakat yang lebih besar dan ikut melakukan sesuatu yang positif bagi komunitas. Erich Fromm menggunakan konsep ”manusia berorientasi produktif”.

Teori Abraham Maslow mengenai hierarki kebutuhan dan motivasi juga menjelaskan bahwa aktualisasi diri sebenarnya tidak bersifat egoistik, melainkan terarah pada keluasan dan kepenuhan hidup dalam dunia yang dihuni bersama. Untuk yang terlalu muak dengan diri sendiri, yakinlah bahwa kita punya banyak sekali sisi positif dan potensi yang dapat kita gali dan bagi untuk membahagiakan diri dan orang lain.

Produk masyarakat

Psikologi sering terkesan terlalu mikro, cuma sibuk dengan masalah individu yang dilepas dari konteksnya. Padahal, terkait ketidakberdayaan, di tingkat makro kita juga punya persoalan bersama. Fromm menyatakan bahwa kondisi masyarakat sangat berpengaruh terhadap karakteristik dan penghayatan psikologi individu dan kelompok-kelompok individu anggota masyarakat tersebut.

Berita-berita utama pada paruh akhir 2009 (semisal kasus Prita Mulyasari,

pertarungan ”Cicak-Buaya”, dan kasus Century) menjelaskan tema dominan kehidupan berbangsa. Tanpa ikut dalam hiruk pikuk evaluasi siapa benar atau salah, teramati jelas betapa tema penghayatan utama kita adalah kekecewaan, ketidakpercayaan pada hukum dan penguasa, kemuakan, kemarahan, dan mungkin pada sebagian orang, keputusasaan dan fatalisme.

Banyaknya cerita mengenai penyelewengan kekuasaan dan penindasan pada yang rentan menyebabkan masyarakat marah dan merasa tak berdaya. Bagaimana umumnya kita membangun kembali rasa berdaya? Mungkin dengan memilih sibuk dengan urusan diri sendiri, tak peduli orang lain, dan apabila memungkinkan, ikut memanfaatkan situasi.

Respons psikologis masyarakat yang tampil dominan besar akhir-akhir ini adalah dengan membangun generalisasi, pandangan hitam-putih dan ”sosok pahlawan” atau ”sosok sakral”. Cara ini adalah respons psikologis sangat manusiawi dan dapat menjadi kekuatan besar publik meski dalam realitasnya belum tentu benar atau berdampak konstruktif. Bila tidak hati-hati, cara pandang hitam-putih hanya menjebak kita masuk dalam persoalan-persoalan baru. Penguasa menjaga amanah adalah hal terpenting karena membangun kembali kepercayaan publik merupakan pekerjaan sulit.

Harapan

Kekuatan individu pasti terbatas. Tetapi, dalam berbangsa kita melihat gerakan-gerakan masyarakat yang sangat positif dan menghadirkan kesejukan. Ada gerakan damai melawan korupsi atau pengumpulan koin dukungan bagi Prita. Pada akhirnya, di tingkat pribadi ataupun dalam konteks makro semoga harapan tetap ada.

Sejauh kita terus membuka diri dan merawat nurani, pada akhirnya manusia adalah makhluk spiritual yang yakin akan Kekuatan Maha Besar yang akan membimbing langkah kita menuju kebaikan. Selamat menyongsong Tahun Baru 2010...!

Kristi Poerwandari, Psikolog

Selengkapnya Baca...Merenungi Pembelajaran Tahun 2009...

Hindarkan Diri dari Depresi

KOMPAS.com - Bila rasa tidak berdaya dan ketidakberkemampuan menyerang kita secara intens, maka hal ini akan menuju pada bentuk distres emosional yang disebut depresi. Bila tidak ditangani, depresi bisa berakumulasi menjadi masalah yang serius.

Depresi juga tidak bisa dianggap remeh karena berpotensi memberi dorongan bunuh diri yang cukup kuat. Manfaatkan hubungan dengan orang-orang terdekat untuk menyalurkan perasaan dan segera cari pertolongan ahli bila stres tidak teratasi.

Mitos: "Saya tak butuh antidepresi, dengan bantuan teman masalah saya bisa selesai."
Fakta: Anda butuh lebih dari sekadar teman untuk melawan depresi. "Mengutarakan perasaan pada teman dan keluarga memang bisa jadi tempat penyaluran rasa stres, namun orang dengan depresi serius akan lebih baik bila memadukan sesi konseling dan obat antidepresan," kata Vivian Burt, MD, PhD, profesor psikiatri dari David Geffen School of Medicine, UCLA, Amerika Serikat.

Mitos: "Punya anak seharusnya membuat bahagia."
Fakta: 15-20 persen ibu yang melahirkan berpotensi mengalami baby blues. Gejala depresi yang paling umum pasca melahirkan adalah perasaan kosong yang luar biasa, merasa tidak berguna dan tidak berharga, banyak menangis, dan lain sebagainya. Berbagi pekerjaan dalam perawatan anak, menulis buku harian, dan menceritakan perasaan pada suami, orangtua, teman, atau dokter, bisa dilakukan untuk mencegah depresi berkembang lebih jauh.

Mitos: "Ini bukan depresi, ini cuma mood swing karena menopause."
Fakta: Menopause bukan alasan untuk tak mencari pertolongan. "Apa pun yang membuat Anda merasa depresi, sekalipun itu karena menopause, Anda butuh bantuan yang nyata untuk keluar dari kondisi ini," kata Burt.

Mitos: "Saya tak ingin membebani orang lain dengan masalah saya".
Fakta: Bicara dengan teman, atau dengan terapis, akan sangat membantu Anda keluar dari rasa kesepian dan putus asa. "Pada usia lanjut, orang lebih rentan mengalami depresi. Itu sebabnya mereka butuh dukungan dari lingkungannya," kata Burt.

Mitos: "Saya orang yang berprinsip dan yakin dengan semua keputusan saya."
Fakta: Pribadi yang rentan terhadap depresi adalah yang kurang terbuka terhadap sosialisasi dan bersikap pasif reaktif. Biasanya orang dalam kelompok ini punya kecenderungan kuat untuk berpikir sendiri serta selalu berupaya memecahkan masalah sendiri tanpa menyertakan pertimbangan dari orang lain, lingkungan, atau kenyataan. Hal spesifik pada penderita depresi adalah sering menghukum diri dengan pikiran yang sebenarnya membuat mereka susah sendiri
Dikutip dari Kompas.com

Selengkapnya Baca...Hindarkan Diri dari Depresi...

Jumat, 11 Desember 2009

Waspadai Kecurigaan Yang Luar Biasa

KOMPAS.com - Boleh saja orang bilang bahwa ilmu pengetahuan berkembang karena ada kecurigaan. Namun jika kecurigaan itu didasarkan pada perasaan tidak aman, sebaiknya jangan dibiarkan karena bisa berkembang menjadi paranoia.

Pada masa lalu banyak warga masyarakat kita yang enggan bicara apa adanya tentang keadaan buruk yang menimpa mereka. Keengganan itu umumnya didasarkan pada perasaan takut yang luar biasa bahwa mereka akan dijebloskan ke penjara dan dituduh menghina pemerintah atau melakukan tindakan subversi. Tembok pun sepertinya bertelinga, sehingga mereka harus bisik-bisik jika memiliki keberanian berbicara.

Sebaliknya, kebanyakan pejabat negara pun suka bertindak berlebihan dengan alasan ‘demi stabilitas dan keamanan’, meskipun tidak terlalu jelas apa yang sebenarnya telah membuat tidak aman dan tidak stabil.

Terhadap perilaku rakyat maupun pejabat negara itu, kalangan yang kritis pada waktu itu biasanya memberikan label ‘paranoid’ atau sakit curiga. Gejala semacam itu akhir-akhir ini sudah semakin hilang, bahkan yang terlihat adalah eforia kebebasan berbicara.

Terancam Gengster
Lain lagi dengan Herman (bukan nama sebenarnya) yang berprofesi sebagai pengacara. Ada atau tidak ada pergantian rejim, ia memiliki kecurigaan yang luar biasa. Pada suatu hari ia dibawa oleh keluarganya ke sebuah klinik psikiatri, karena selalu merasa terancam oleh kelompok gengster yang mau menangkap, menyiksa dan membunuhnya.

Herman merasakan ketakutannya itu sejak ia mendengar bahwa banyak perkara hutang piutang perusahaan yang tidak lagi ditangani pengacara melainkan oleh kelompok preman.

Herman juga bercerita bahwa dirinya ‘dimatai-matai’ oleh kelompok gengster, karena ia sering melihat ‘orang-orang berwajah sangar’ di lobi gedung di mana ia berkantor. Ia pun merasa nyaris ‘diculik’ karena melihat ada mobil boks parkir di depan rumahnya.

Saat pergi ke luar kota pun, Herman merasa dirinya ‘dibuntuti’ oleh petugas yang menurutnya dibayar oleh pimpinan gengster itu. Keyakinannya itu didasarkan pada fakta bahwa ia melihat dua orang memakai jaket kulit di lobi hotel. Saat di bandara pun ia melihat beberapa pria mengenakan jaket kulit yang memandangi dirinya dengan seksama.

Saat dibawa ke klinik itu Herman merasa aman, karena tidak ada lagi yang mengawasi dan mengejar-ngejarnya. Maka bagi yang melihatnya pun tak terlihat ada yang tidak wajar pada kejiwaan Herman. Ia tampak sungguh sehat jasmani dan rohani.

Ketidakwajaran baru muncul setelah Herman pada suatu pagi meminta dihadirkan pastur, karena ia ingin mengaku dosa. Usai mengaku dosa, ia bercerita kepada dokter mengenai penyesalannya mengapa berbicara banyak kepada orang asing, yaitu pastur tadi.

Herman merasa telepon genggamnya telah ‘disadap’ oleh pihak gengster yang mengincarnya, sehingga mereka mengirimkan pastur gadungan kepadanya. Ia meyakini hal itu setelah melihat pastur yang datang wajahnya tidak ramah dan tangannya kasar. Sejak itu Herman meminta dipindahkan ke rumahsakit yang dijaga ketat oleh tentara.

Didasarkan Delusi
Paranoia secara umum memang merujuk pada kecenderungan seseorang atau suatu kelompok masyarakat untuk memiliki kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain, yang tidak didasarkan pada kenyataan obyektif melainkan pada kebutuhan untuk mempertahankan egonya. Dorongan bawah sadar ini merupakan suatu proyeksi dari mekanisme pertahanan diri, dan seringkali juga merupakan bentuk kompensasi waham megalomania (merasa diri paling hebat).

Pengertian paranoia yang lain merujuk pada gangguan psikosis berupa kecenderungan perilaku yang didominasi oleh reaksi yang didasarkan pada delusi (angan-angan atau khayalan). Menurut Norman Cameron, MD., Ph.D dalam buku An Outline of Abnormal Psychology delusi itu menyangkut dua hal, yaitu penyiksaan dan waham kemegahan atau kebesaran.

Perilaku yang didasarkan pada khayalan ini sebetulnya wajar terjadi pada orang yang normal, dan juga sangat umum pada orang yang memiliki kebutuhan khusus atau mengalami kecemasan.

Orang yang merasa tidak aman akan mengembangkan khayalan yang membuatnya bereaksi sangat sensitif terhadap apa pun yang merangsangnya, sementara sikap yang relatif tidak emosional dan reaksi dari individu yang memiliki rasa aman yang cukup akan cenderung mencegah berkembangnya perilaku berkhayal.

Peristiwa berkhayal ini juga kerap terjadi karena orang harus melanjutkan aksinya yang tidak didasarkan pada data yang lengkap dan pasti. Aksi berkhayal ini bisa dihentikan selama orang yang bersangkutan mau berusaha mencari kelengkapan dan kepastian data.

Namun pada orang-orang tertentu yang memiliki kecemasan tinggi membutuhkan kepastian yang absolut, dan kebiasaan seperti ini menurut Cameron bisa menyebabkan berkembangnya perilaku patologis yang serius.

Pada kasus Herman, paranoia yang dialaminya berkembang sejak kecil karena ia memiliki rasa aman yang sangat rendah. Perasaan itu muncul karena ia merasa tidak diperhatikan dan ‘dibuang’ oleh orangtuanya, dan selama Herman tinggal berpindah-pindah dari satu famili ke famili lain ia tidak mendapatkan rasa aman itu. Sampai dewasa dan menjadi pengacara pun, kebutuhan akan rasa aman ini tak pernah tercukupi oleh status sosial maupun ekonominya.
Maka, jangan abaikan kebutuhan rasa aman pada anak-anak kita.
Sumber : www.gayahiduponline.com

Selengkapnya Baca...Waspadai Kecurigaan Yang Luar Biasa...

Stres Pada Orang Optimis dan Pesimis

KOMPAS.com - Perbedaan sifat individu ternyata mempengaruhi reaksi mereka terhadap stres yang dialami. Orang yang bersifat optimistis lebih mudah beradaptasi secara fisik maupun psikis terhadap stres dibanding mereka yang pesimistis.

Banyak tulisan di media massa maupun dalam berbagai seminar yang mengingatkan bahwa stres yang berat dan berkepanjangan akan mempengaruhi kesehatan fisik maupun psikis seseorang. Sementara itu dalam kehidupan sehari-hari kita melihat bahwa ternyata tidak semua orang memiliki reaksi
sama terhadap stres yang sama. Bahkan tingkat stres yang ringan bagi si A bisa dirasakan sebagai tekanan berat bagi si B sehingga ia mengalami sakit yang berkaitan dengan stres.

Contohnya adalah Andi yang begitu cepat memulihkan diri setelah mengalami kehilangan besar, kekecewaan yang dalam dan bahkan penderitaan yang hebat akibat krismon tahun 1997. Namun tidak dengan Indra yang ternyata butuh waktu sangat lama dan bertahun-tahun untuk bisa mengembalikan dirinya pada situasi normal.

Apa yang menjadi penyebabnya? Mengapa bisa demikian? Menurut Camille B Wortman dan kawan-kawan dalam buku Psychology, hal itu terjadi karena ada perbedaan kepribadian. Para ahli telah menelusuri bahwa dimensi kepribadian yang tampaknya berkaitan dengan stres dan penyakit yang ditimbulkan oleh stres, adalah sifat optimistis dan pesimistis yang dimiliki seseorang.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap para mahasiswa misalnya, mereka yang optimistis dan memiliki nilai ujian tinggi ternyata lebih sedikit yang mengalami gejala penyakit seperti sakit kepala dan sakit perut, dibandingkan dengan mahasiswa yang nilainya rendah.

Penelitian lain pun membuktikan bahwa mahasiswa yang pesimistis ternyata dua kali lebih banyak yang mengalami berbagai sakit infeksi dan mengunjungi dokter dua kali lebih sering ketimbang mahasiswa yang optimistis. Maka disimpulkan baru-baru ini oleh para ahli bahwa individu yang optimistis cenderung lebih mudah beradaptasi secara fisik maupun psikis terhadap stres.

Ciri Yang Dikenali
Lantas, bagaimana kita bisa mengenali diri maupun orang lain termasuk kelompok optimistis atau pesimistis? Menurut Worthman dan kawan-kawan, ciri-cirinya dapat diketahui dari bagaimana orang tersebut bereaksi terhadap suatu masalah.

Orang yang pesimistis cenderung untuk menyalahkan diri sendiri jika terjadi masalah yang buruk. Misalnya dia berkata, "Ini kesalahan saya." Biasanya mereka juga berlebihan menyimpulkan masalah tersebut, dengan berkata,
Masalah ini nggak akan pernah selesai," dan, "Semua ikut kacau jadinya."

Bahkan menurut Wortman, orang yang pesimistis lantas mengaitkan peristiwa kecil di masa lalu dan dianggapnya sebagai ancaman terhadap kemampuannya untuk menghadapi masalah hari ini.

Sebaliknya, orang yang bersifat optimistis cenderung mengaitkan kejadian yang buruk dengan faktor di luar dirinya, dan biasanya hanya bersifat terbatas serta sementara. "Itu bukan kesalahan saya," begitu biasanya mereka berkata, atau, "Ini tidak boleh terjadi lagi," dan juga, "Ini bukan akhir dunia." Mereka yakin bahwa hal-hal yang baik akan terjadi pada mereka dan bahwa mereka akan mampu mengatasi apa pun masalah yang bakal terjadi.

Mengukur Kecenderungan
Untuk mengetahui bagaimana kecenderungan seseorang, termasuk optimistis atau pesimistis, berikut ini adalah pertanyaan yang dipakai Scheier&Carver untuk mengukurnya. Responden hanya diminta untuk menjawab "salah" atau "benar".

Sayangnya tidak dijelaskan bagaimana cara mengukurnya, sehingga kita tidak bisa menggunakannya secara tepat. Namun demikian kita tetap dapat memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini sebagai bahan introspeksi, bahwa ada sudut-sudut pandang tertentu yang mungkin kurang kita sadari ternyata menjadi penting secara psikologis dan memperlihatkan kepribadian kita. Jika perlu, diskusikan dengan pakar yang Anda percayai.

1. Dalam waktu yang tidak tentu (pada umumnya) saya biasanya mengharapkan segala sesuatu yang terbaik.
2. Jika sesuatu yang keliru bisa terjadi pada saya, maka akan terjadi.
3. Saya selalu melihat sisi terang (sisi baik) sesuatu hal.
4. Saya selalu optimistis terhadap masa depan saya.
5. Saya berusaha keras agar segala sesuatu berlangsung menurut cara saya.
6. Segala sesuatu tidak pernah berhasil sesuai cara yang saya inginkan.
7. Saya seorang yang percaya pada ide bahwa 'setiap mendung memiliki garis
keperakannya'.
8. Saya jarang mengandalkan hal-hal baik yang terjadi pada saya.
Sumber : www.gayahidupsehatonline.com

Selengkapnya Baca...Stres Pada Orang Optimis dan Pesimis...

7 Cara Mengatasi Kemarahan

KOMPAS.com — Sifat gampang marah ternyata bisa diubah, demikian pendapat para peneliti kesehatan mental. Pada salah satu penelitian berhasil ditemukan bahwa risiko serangan jantung bisa ditekan dengan mengurangi rasa marah. Bagaimana cara mengurangi keinginan untuk marah supaya tidak lekas jantungan?

1. Rajin berolahraga secara teratur dapat mengurangi stres dan memperbaiki suasana hati sehingga bisa mengatasi naik turunnya emosi. Yoga dan olahraga yang membuat rileks efektif untuk mengatasi sifat mudah marah.

2. Tanyakan kepada diri sendiri apakah dengan marah-marah akan bermanfaat juga buat orang-orang di sekitar Anda. Misalnya, tanyakan “Apakah saya dapat mengontrol situasi ini? Dapatkah saya mengubahnya menjadi lebih baik dengan marah-marah?”

3. Atasi ketegangan dengan mengambil beberapa napas dalam dan membuat otot-otot rileks. Bisa juga dengan mendengarkan musik lembut atau memvisualkan diri sendiri tengah berlibur di tempat favorit.

4. Periksa lagi bagaimana cara Anda berkomunikasi dengan orang lain. Banyak situasi yang menyulut kemarahan melibatkan orang lain. Saat diskusi menjadi panas dan membuat marah, hitung sampai 10 sebelum bicara. Ambil napas terlebih dahulu. Dengarkan lawan bicara secara seksama.

5. Coba sisipkan humor karena terbukti efektif meredakan kemarahan.

6. Cari alternatif, apakah Anda hanya marah-marah pada situasi tertentu? Selama beberapa minggu, buat catatan kapan dan di mana Anda biasa marah-marah. Kemudian lihat apakah ada kecenderungan tertentu yang memicu kemarahan.

7. Pertimbangkan konseling bila perlu. Ceritakan pada dokter soal kebiasaan Anda ini. Dokter itu akan merujukkan Anda pada orang yang ahli.

Sumber : www.gayahidupsehatonline.com

Selengkapnya Baca...7 Cara Mengatasi Kemarahan...

Pentingnya Minum Air yang Cukup Setiap Hari

Air merupakan salah satu kebutuhan penting bagi mahluk hidup. Tanpa air manusia hanya bisa bertahan hidup selama 9-10 hari, sedangkan tanpa makanan manusia bisa bertahan hidup selama 45-65 hari. Walaupun demikian seringkali kita meremehkan asupan air ini, terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh The Indonesian Regional Hydration Study (THIRST) 2009 yang menunjukkan bahwa sebanyak 46,1 % penduduk mengalami dehidrasi ringan, hal itu diungkapkan oleh Ketua Penelitian THIRST, Prof.Dr.Ir Hardinsyah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jumlah persentase dehidrasi ringan pada remaja lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa.

Penelitian THIRST 2009 ini merupakan hasil kerjasama 3 perguruan tinggi di Indonesia, yaitu : Fakultas Ekologi Manusia ITB Bogor, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR serta pasca sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009 dengan mengambil sampel 1200 orang pada 4 lokasi yang berbeda di Indonesia, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur & Sulawesi Selatan.

Komposisi manusia dewasa sekitar 60-70 % terdiri dari air, sementara pada bayi hampir 80 % tubuhnya terdiri dari air, dan pada janin bahkan lebih dari 90 % tubuhnya terdiri dari air. Air dibutuhkan oleh semua bagian tubuh manusia untuk dapat melakukan aktivitasnya. Guna air bagi tubuh antara lain sebagai : bahan pembentukan sel, bahan pembawa, pengatur suhu, pelarut, pereaksi, pelumas & sebagai bantalan/adsorber.

Jumlah air yang dibutuhkan oleh tubuh sangat bervariasi, tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, suhu & kelembaban lingkungan, tingkat aktivitas tubuh, jenis kelamin, serta usia & kondisi tubuh. Kira-kira tubuh memerlukan sekitar 2 - 2,5 liter air perhari, jumlah kebutuhan air ini sudah termasuk asupan dari air minum & makanan.

Tubuh manusia mempunyai mekanisme dalam mempertahankan keseimbangan asupan air ini, salah satunya adalah melalui rasa haus. Rasa haus merupakan mekanisme alami dalam mempertahankan asupan air dalam tubuh & merupakan petunjuk bahwa tubuh sedang mengalami dehidrasi (kehilangan cairan tubuh). Ketika tubuh merasa haus (biasanya terasa di bagian lidah) maka sebenarnya tubuh sedang memberikan sinyal karena mengalami defisit cairan.

Sangat penting bagi kita untuk minum air sebelum merasa haus supaya keseimbangan cairan tubuh tetap terjaga. Di Indonesia sendiri, di dalam pedoman umum gizi seimbang yang dikeluarkan oleh Depkes dianjurkan supaya kita mengkonsumsi air minum minimal 2 liter atau 8 gelas sehari untuk memenuhi kebutuhan cairan dan menjaga kesehatan.

Cara mudah untuk mengetahui status hidrasi (keseimbangan cairan tubuh) kita adalah dengan mencek warna urin yang dikeluarkan. Bila urin yang dikeluarkan berwarna kuning pucat & tidak berbau maka menunjukkan status hidrasi yang baik. Sedangkan apabila urin berwarna oranye kuning dengan bau yang menyengat, maka hal ini menunjukkan bahwa tubuh perlu asupan air lebih banyak agar tidak mengalami dehidrasi.

Dehidrasi dapat terjadi akibat tubuh kehilangan air lebih banyak dibadingkan dengan asupannya. Namun dehidrasi juga dapat berkaitan dengan kadar garam mineral (terutama natrium dan kalium) dalam tubuh. Dehidrasi dapat disebabkan oleh muntah, diare, demam, penggunaan obat yang mengakibatkan banyak kencing, keringat berlebih karena cuaca panas dll.

Dehidrasi ditunjukkan dengan tanda-tanda : rasa haus, air seni sedikit dan pekat, jumlah keringat sedikit, mulut kering, tubuh lemas, hingga kulit yang kehilangan kekenyalannya. Dehidrasi juga dapat menyebabkan turunnya tekanan darah sehingga muncul rasa pusing ketika berdiri. Jika dehidrasi semakin tinggi dapat memicu penurunan kesadaran hingga kerusakan otak, karena otak adalah organ yang paling sensitif terhadap kekurangan air.

Tidak minum cukup air dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah yang meninggi, peredaran darah memburuk, pencernaan terganggu, fungsi ginjal rusak, meningkatnya resiko untuk terbentuknya batu di ginjal dan juga resiko untuk mengalami infeksi saluran kencing.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk minum air yang cukup setiap hari. Karena dengan minum air yang cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya dehidrasi sehingga kesehatan tubuh akan lebih baik dan juga meningkatkan kemampuan fisik dan mental yang lebih baik lagi

Selengkapnya Baca...Pentingnya Minum Air yang Cukup Setiap Hari...

Kamis, 10 Desember 2009

Saran Penulisan Resume

Berikut ini beberapa saran yang diperbolehkan dan tidak dianjurkan pada penulisan resume anda, yang kutip dari tulisan Katharine Hansen:

* Buatlah resume anda semudah mungkin untuk dibaca dan dimengerti, misalnya dengan penggunaan bullet style
* Hindari penulisan resume yang, terlalu panjang, kapan perlu, cukup satu halaman, namun jika tidak cukup karena mungkin pengalaman anda yang begitu banyak, gunakan dua halarnan saja. jangan sampai lebih dari dua halaman
* Perhatikan cara menampilkan informasi dan desain pada resume anda hindari penggunaan yang sudah umum, misalnya dengan menggunakan template yang telah disediakan oleh Microsoft Word, meskipun tidak ada yang salah pada template tersebut, namun anda bisa membuatnya seakan-akan khusus dan istimewa.
* jangan pernah bohong terhadap informasi yang disampaikan pada resume anda.
* Tulis informasi yang ada di dalamnya fokus kepada peluang yang anda dapatkan, buang informasi yang kira-kira dianggap tidak perlu bagi mereka yang akan menerima anda.
* Hindari penggunaan kata "saya" di dalam resume anda.
* Tampilkan informasi tentang kerja yang dianggap penting bagi pembacanya.
* Jangan lupa menuliskan lokasi tempat anda bekeria sebelumnya. Urutkan pengalaman kerja anda berdasarkan kejadiannya.
* Tuliskan dalam bentuk kuantitas jika memungkinkan, misalnya jumlah staff yang anda kelola, berapa persen keberhasilan penjualan yang anda raih, berapa jumiah produk yang anda tangani, dll.
* Hindari menuliskan pengalaman yang terlalu banyak di dalam resume anda. jika anda menuliskan terlalu banyak, bisa-bisamereka mengasumsikan bahwa anda akan terlalu mahal untuk digaji.
* Dalam hal keahlian dan aktivitas kerja, hindari menuliskan pekerjaan yang tidak inginkan untuk masa-yang akan datang.
* Tuliskan latar belakang pendidikan anda, termasuk dengan Jurusan atau bidang keahliannya. jika anda sudah mengenyam pendidikan pada pendidikan tinggi, tidak perlu menullskan level pendidika menengah anda (seperti SMU/SMK).
* Pada resume anda tidak perlu dituliskan berat badan, tinggi badan tanggal lahir, tempat lahir, status perkawinan, jenis kelamin kesehatan, nomor KTP dan seienis, alasan meninggalkan pekerjaan sebelumnya, nama dari supervisor anda sebelumnya, poto anda, informasi gaji, serta hal-hal lain


Selengkapnya Baca...Saran Penulisan Resume...

MEMIKAT HRD DENGAN SURAT LAMARAN DAN CV

Surat lamaran dan curriculum vitae (CV) merupakan kunci pertama pembuka gerbang karir idaman Anda. Dengan surat lamaran dan CV inilah, perusahaan mengenal dan mengetahui kualifikasi Anda. Maka, pembuatannya tidak boleh asal jadi, tapi harus benarbenar menarik HRD perusahaan yang Anda lamar.

Sebelum menulis, pastikan Anda tahu syarat dan kualifikasi yang diharapkan perusahaan, kemudian cobalah untuk memenuhi semua syarat yang diminta tersebut. Misal, bila lowongan menggunakan bahasa Inggris atau ada permintaan menulis lamaran dengan bahasa Inggris, maka Anda harus membuat lamaran dalam bahasa Inggris.

Surat lamaran biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pembuka berisi asal informasi lowongan yang Anda peroleh dan posisi yang dilamar. Bagian utama berisi kualifikasi yang Anda miliki, latar belakang pendidikan, dan karakter kepribadian Anda. Bagian terakhir adalah bagian penutup, tuliskan rasa terima kasih Anda dan tanya tentang kelanjutan lamaran ini. Cukup satu halaman.

CV pada umumnya terdiri dari 6 bagian, yaitu data pribadi, riwayat pendidikan dan kursus, pengalaman kerja, pengalaman organisasi, prestasi, dan keahlian khusus. Cukup dua halaman saja. Jangan menggunakan formulir daftar riwayat hidup yang dijual dipasaran!

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis surat lamaran dan CV adalah buatlah dengan singkat dan padat, pastikan surat lamaran serta CV Anda dapat mudah dan cepat terbaca. Gunakan standar surat bisnis berformat formal, kertas putih A4 80 gram, font Times New Roman, dan spasi 1,5. Hindari kesalahan tata bahasa, ejaan, dan tanda baca. Tuliskan hal-hal yang spesifik dan relevan dengan posisi yang Anda lamar.

Bila Anda melamar bidang pekerjaan yang menuntut kreatifitas dan seni, seperti entertain atau advertising, maka Anda dapat lebih kreatif dalam membuat surat lamaran maupun CV. Jangan lupa sertakan pula portofolio Anda.

Pengiriman lamaran dapat dilakukan melalui email, maka sediakan juga format lamaran dalam bentuk softcopy, mulai dari surat lamaran, CV, foto, dan scan berkas-berkas pendukung lainnya. Usahakan menggunakan program standar dan kapasitas tidak lebih dari 10 MB.

Selengkapnya Baca...MEMIKAT HRD DENGAN SURAT LAMARAN DAN CV...
Rancangan Asli Oleh: x-template.blogspot.com dan Dimodifikasi Oleh :Jhonson Geo M @ 2008