Senin, 18 Januari 2010

Tes Kecerdasan Emosional

I. PENTINGNYA KECERDASAN EMOSI
Lama diyakini, bahwa kesuksesan orang dalam hidupnya ditentukan oleh intelegensi. Maka diciptakan alat/instrument untuk mengukur kecerdasan intelegensi (IQ). Namun berkembang paradigm baru, bahwa yang penting bagi keberhasilan hidup manusia adalah emosi. Sehingga diciptakan pula sarana bagaimana yang besifat emotif dapat diukur secara kuantitatif untuk mengetahui emosi seseorang (EQ)
EQ adalah kemampuan seseorang mengenali emosinya, sehingga tahu kelebihan dan kekurangan. Kemudian mengelolanya, memotivasi dan mendorong dirinya untuk maju. EQ juga adalah kemampuan untuk mengenal emosi orang lain, dan membina hubungan yang baik dengan pihak lain.
II. MENGENAL EMOSI DIRI SENDIRI
Pengenalan pada emosi sendiri perlu, agar dengannya kita dapat meningkatkan yang positif, menekan yang negative. Tipe emosi manusia secara umum dapat dikategorikan: (1). Emosi Sanguinis. Orang sanguis adalah orang yang popular. Dia menarik, memukau, ekspresi. Dia terkenal di tempat kerja, di lingkungan rekan sekantor. (2). Emosi Melankolis. Orang Melankolis ini cenderung tertutup, pemikir, dan pesimis. Orang ini mengutamakan kesempurnaan. (3). Emosi orang Koleris. Orang ini bertipe terbuka, pelaku, dan optimis. Orang Koleris kuat di dalam pekerjaan, di dalam cita-cita, di dalam meraih sesuatu. (4). Emosi Plegmatis. Orang ini tertutup, pengamat, pesimis. Orang ini rendah hati, mudah bergaul, santai, diam, konsisten, rapi, simpatik, cerdas, baik hati. Haln yang spesifik pada orang ini adalah pendamai.

III. MENGENAL KEKUATAN EMOSI
Buku yang saya rangkum ini mencatumkan item-item pilihan yang dapat dipakai untuk mengenal Kekuatan Emosi. Orang yang mempunyai skor antara 40-50, maka ia tergolong kuat karakternya. Jika skor antara 25-39, maka kerakternya seimbang. Demikian juga terdapat alat tes untuk melihat Kestabilan Emosi. Nilai 40-50 stabil, 24-39 rata-rata, kurang 24 labil. Sedangkan test untuk melihat emosi dan kebahagiaan, jika orang mempunyai nilai 40-50 tergolong sangat bahagia, 24-39 tergolong puas dengan keadaannya, dan di bawah 24 adalah orang yang kecewa (tidak bahagia).
Setelah mengenal kekuatan emosi, maka penting adalah melatih menilai diri secara akurat dan jujur. Dengan table yang dapat dilihat pada buku aslinya, maka kita melihat ada 4 hal yang menonjol dan saling mempengaruhi emosi kita. 4 hal tersebut adalah supporter, analis, promoter dan controller.
Untuk menguji wilayah di mana kita berada, maka disajikan pula daftar segala jenis cirri kepribadian. Kita dapat memilih kira-kira sepuluh cirri kerpibadian yang paling kuat dan ada pada kita dan yang paling kita kagumi. Dari sini kita akan mengetahui wilayah emosi dominan kuat.
IV. KECERDASAN EMOSI DALAM MEMOTIVASI DIRI SENDIRI
Kita perlu menilik diri kita apakah kita adalah orang ekstrovert atau introvert. Ada tersedia item-item yang dapat kita pilih yang akan menunjukkan kepribadian kita. Jika nilai kita lebih besar dari 24, maka kita adalah orang yang sangat ekstrovert. Jika kita memiliki nilai antara 18-23, maka cukup tinggi. Sedangakn nilai 9-17, kita sedang-sedang saja.
Jika kita menguji kejujuran kita, maka kita akan mendapati skor 22-30 sebagai pribadi yang sangat jujur, 18-21 di atas rata-rata, 13-17 peduli kejujuran, 9-12 kurang ajar, 0-8 hampir tak punya kejujuran. Tet tanggungjawab dengan skor lebih besar 22 sangat bertanggungjawab, 18-21 bertanggungjawab tinggi, 12-17 standar, kurang 11 rendah dalam tanggungjawab. Sedangkan ketenangan sikap, dengan skor besar dari 17 tipe yang sangat cemas, 13-16 panik, 8-12 agak tenang, dan kurang dari 7 sangat tenang dan santai.
V. KECERDASAN MENGELOLA EMOSI MENUJU KEMANDIRIAN HIDUP
Kecerdasan emosi sering lebih dibutuhkan ketimbang kecerdasan kognisi ketika orang merancang usaha. Kecerdasan emosi turut menentukan. Dalam buku tersebut juga terdapat pertanyaan-pertanyaan yang menolong kita mendiagnosa bidang usaha yang dapat dipilih. Jika dari pertanyaan tersebut kita menjawab lebih banyak YA, maka kita berbakat wirausaha, jika banyak TIDAK, maka lebih baik menjadi karyawan. Seiring dengan itu, dalam menjadi seorang wirusaha, maka diperlukan emosi tertentu. Semakin tinggi skor kita, maka prosentase peluang sukses semakin tinggi.
Dalam menempuh bidang usaha, dibutuhkan inisiatif, energy, tujuan yang berkelanjutan, ketekunan, pengetahuan tentang perusahaan, pandangan positif, mengatasi kegagalan, upaya diri, mengambil resiko, memecahkan masalah, kemauan berkonsultasi pada orang lain yang mengerti, kesehatan fisik, kesehatan mental dan emosi, teleransi terhadap ketidakpastian, memanfaatkan masukan, bersaing dengan standar buatan sendiri, mencari tanggungjawab pribadi, percaya diri, kepandaian, keinginan untuk tidak bergantung, imajinasi positif, pencapaian tujuan, oyektif, tujuan, fleksibel, mencipta, jangka panjang, percaya diri, komitmen, inovasi, pengetahuan teknis, hubungan dengan orang lain, akses sumber keuangan, berpikir, menjual, berkomunikasi, berani, menimbang usia. Kecerdesan emosi sebagai wirausaha dapat diukur dengan alat penilaian. Hasil penilaian akan memacu kita untuk meningkatkan emosi yang mendukung wirausaha.
VI. KECERDASAN MEMBINA HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN
Tes kecerdasan emosi juga menolong kita untuk melihat sikap social kita, apakah kita penyendiri atau kita orang yang dapat berinteraksi dengan baik pada sekitar, sikap positive dan negative kita, control emosi kita, bagaimana kita mengorganisasi pribadi kita, serta sikap persahabatan kita dengan orang lain. Emosi yang baik adalah emosi yang bersahabat dan supel. Emosi yang tidak baik adalah merasa tidak perlu berosialisasi dengan pihak lain. Emosi pribadi dalam hubungannya dengan orang laib akan menolong saat kita berada dalam permusuhan public.
VII. KIAT MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSI
Omosi adalah bagian dari hidup. Berdasarkan riset yang panjang oleh Goleman, keberhasilan hidup bukan pertama-tama ditentukan oleh kecerdasan intelektual, akan tetapi oleh 4 hal, yakni: kemampuan memotivasi potensi diri, memiliki rasa empati pada orang lain, mendorong anak buah dan lingkungan sekitar bekerja meraih sukses dan trampil menyampaikan pikiran dan emosi dengan baik. Kecerdasan emosi menolong kita mengenali emosi diri sendiri, melepaskan emosi negative, mengenlola emosi sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain, mengelola emosi orang lain, dan meotivasi orang lain.
Kiat agar kita semakin cerdas dalam emosi adalah: memelihara daya pikir aktif, referensi, cita-cita, terbuka, melihat kenyataan, bersitirahat yang cukup, memilah-milah masalah dan bekerja dengan metode.


Selengkapnya Baca...Tes Kecerdasan Emosional...

Kamis, 14 Januari 2010

STRATEGI MENEKAN BIAYA KULIAH

Sebentar lagi adalah tahun ajaran baru bagi mereka yang baru masuk ke sekolah tinggi, entah itu sekolah tinggi, akademi, institut atau apa pun. Beberapa dari Anda yang memiliki anak umur 18 atau 19 tahun yang akan masuk ke sekolah itu mungkin masih belum memutuskan sekolah mana yang tepat untuk anak Anda. Bisa karena alasan lokasi, mutu, atau yang paling sering: karena masalah biaya.

Bagaimana kalau pada saat ini anak Anda yang berumur 18/19 tahun datang kepada Anda, duduk dan mengatakan: "Mama/Papa, tolong belikan saya mobil baru. Saya tadi melihat mobil baru di koran, dan sepertinya mobil itu cocok buat saya. Saya perlu mobil supaya gampang pergi ke mana-mana. Harganya cuma Rp 45 juta. Beli, ya?"

Apa jawaban Anda? Mungkin Anda akan menolaknya. "Enak saja... Memangnya dia pikir orang tuanya ini pohon uang, apa?" Anda mungkin berpikir bahwa tidak ada seorang pun anak Anda yang bisa datang seenaknya kepada Anda dan minta dibelikan mobil baru.

Tapi bagaimana kalau anak Anda datang kepada Anda, duduk, dan mengatakan: "Mama/Papa, saya sudah lihat tiga sekolah yang menurut saya cukup baik. Saya hitung-hitung, sampai lulus cuma perlu bayar Rp 60 juta. Jadi sekitar Rp 12 juta setahun. Saya ingin masuk ke situ. Bisa, ya?"

Apa jawab Anda? Bukan hanya Anda dan suami/istri akan mengiyakan, tapi mungkin bersedia me-lakukan apa pun supaya anak Anda bisa masuk ke sekolah yang dia inginkan. Anda mungkin akan menguras semua isi tabungan Anda, pinjam uang ke bank, atau mengambil pekerjaan sampingan.

Malah ada lagi cara yang paling mudah, yakni pinjam uang ke saudara. "Ini menyangkut masa depan anak, lo..." begitu pikir Anda. "Jika saya tidak menyanggupinya, berarti saya mungkin akan menghancurkan masa depan anak saya. Uang tidak jadi masalah buat kita. Saya akan pinjam uang kalau perlu. Yang penting dia bisa kuliah di tempat yang dia inginkan."

Yah, kalau pada saat ini Anda tidak memiliki uang cukup untuk mampu membayar biaya kuliah di tempat yang diinginkan anak Anda, maka uang yang Anda pinjam dari bank atau dari saudara untuk bisa membayar biaya kuliah tersebut bisa membuat Anda terpuruk dalam hutang. Entah itu selama beberapa bulan atau beberapa tahun.

Kalau begitu halnya, kenapa Anda tidak mencoba mengakali (baca: menekan) biaya kuliah anak Anda di perguruan tinggi? Ada beberapa strategi yang saya sarankan:


Strategi 1: Bandingkan penghasilan yang kelak akan didapat dengan biaya yang mesti dikeluarkan sekarang

Kalau Anda perhatikan, sebetulnya Anda tidak harus selalu menyekolahkan anak Anda ke perguruan tinggi yang mahal. Sebagai contoh adalah bila anak Anda ingin menjadi seorang antropolog.

Antropolog adalah profesi yang luar biasa dan saya memberikan respek penuh kepada profesi ini. Tapi harus diakui, pada kenyataannya profesi antropolog di Indonesia tidak akan mendapatkan penghasilan yang bisa dikatakan besar. Karena itu, daripada menyekolah-kan anak Anda ke jurusan antropologi di universitas yang mahal, kenapa Anda tidak mempertimbangkan jurusan antropologi di perguruan tinggi yang lebih murah biayanya? Toh itu tidak akan mempengaruhi income anak Anda kelak, kan?

Berkaitan dengan strategi 1 ini ada beberapa hal yang sebaiknya Anda ketahui:

* Kebanyakan perusahaan tidak peduli di mana Anda sekolah. Buat mereka, sudah cukup bila Anda memiliki gelar tertentu seperti S1, misalnya. Ini karena mereka sebetulnya lebih melihat bagaimana pengalaman Anda dan bagaimana kemampuan Anda dalam menjalankan pekerjaan Anda.

Kalau Anda tidak percaya, coba Anda tanyakan hal ini ke bagian SDM di perusahaan Anda, orang macam apa yang akan mereka terima sebagai karyawan baru: mereka yang kuliah di sekolah mahal dan bergengsi tapi kemampuan pas-pasan, atau mereka yang lulusan sekolah tidak terkenal tapi keterampilannya oke.

* Banyak sekali lulusan universitas yang pada akhirnya bekerja di bidang yang jauh berbeda dengan bidang yang mereka tempuh dulu ketika kuliah. Coba ingat-ingat lagi bidang pekerjaan macam apa yang dijalani teman kuliah Anda dulu. Atau lihat teman-teman kerja Anda pada saat ini, apakah semua dari mereka kuliah di bidang yang sama dengan pekerjaan mereka saat ini.

* Banyak sekali lulusan universitas yang sulit dapat kerja, atau hanya bekerja beberapa tahun saja dan kembali ke rumah untuk membesarkan anak. Malahan banyak di antara mereka yang tidak pernah lagi bekerja. Atau, ada juga yang baru kembali bekerja setelah 10 atau 20 tahun berada di rumah (kebanyakan dari mereka ada yang kembali ke sekolah untuk menyegarkan ingatan mereka kembali sebelum mereka kembali masuk ke dunia kerja).


Strategi 2: Cari sekolah S1 yang lebih murah kalau anak Anda ingin terus ke jenjang S2.

Bila anak Anda berencana untuk memasuki bidang pekerjaan yang mensyaratkan gelar S2, akan lebih baik bila Anda mencari sekolah S1 yang tidak mahal. Ini karena sekolah S2 sendiri pada saat ini sudah cukup tinggi biayanya, dan untuk bisa masuk ke sekolah S2, kebanyakan dari sekolah-sekolah S2 itu tidak mensyaratkan agar anak Anda harus lebih dulu masuk ke sekolah S1 yang mahal. Jadi, kenapa Anda harus mencari sekolah S1 yang mahal kalau dengan sekolah S1 yang berbiaya lebih murah anak Anda punya kesempatan yang sama dengan anak-anak lain untuk masuk ke Sekolah S2?


Strategi 3: Beritahu anggaran biaya Anda pada anak Anda - atau kalau perlu libatkan saja dia sekalian.

Anak Anda mungkin mengatakan: "Saya mau sekolah di universitas itu atau ini." Dia tidak mengetahui biayanya sama sekali, dan Anda-lah yang harus mencari tahu berapa biayanya. Dan bila biaya sekolah itu cukup mahal, Anda jadi berpikir-pikir bagaimana caranya agar bisa membayar biayanya. Daripada melakukan hal itu, coba Anda pertimbangkan cara berikut:

1. Tentukan sendiri berapa batas rupiah yang ingin Anda keluarkan untuk membayar biaya kuliah anak Anda. Lalu, tunjukkan angka ini ke anak Anda dan katakan bahwa ia harus memilih sekolah yang biayanya tidak lebih dari angka yang Anda tunjukkan.

2. Atau, minta agar anak Anda yang mengajukan sekolah-sekolah yang sesuai dengan keinginannya, lengkap dengan biayanya serta cara pembayarannya. Ini akan membuatnya mencari tahu sendiri biaya-biaya itu dengan datang langsung ke sekolah yang ia inginkan. Dengan demikian, secara tidak langsung anak Anda akan mengetahui dan bisa "merasakan" apakah biaya kuliah di tempat yang ia inginkan itu memang mahal atau tidak.

Terserah Anda mau percaya atau tidak, tetapi dengan cara seperti ini, anak Anda mungkin akan mau mengusulkan sekolah yang lebih murah dibanding sekolah lain yang lebih mahal dengan bidang kuliah yang sama. Bila ia tidak mengusulkannya, mungkin Anda yang harus melakukannya.

* * *

Pada saat ini, biaya kuliah di universitas swasta yang cukup ternama di Indonesia adalah Rp 60 juta hingga lulus. Setelah lima tahun kuliah dan lulus, maka si sarjana baru akan bekerja dan mendapatkan gaji sebesar, katakan saja Rp 1 juta per bulan.

Dengan asumsi bahwa gaji itu akan naik 15 persen per tahun, maka sarjana itu cuma perlu waktu 4 tahun 1 bulan untuk bisa mendapatkan kembali Rp 60 jutanya. Tentunya dengan asumsi bahwa semua gajinya tidak dibelanjakan.

Bagaimana kalau hanya 80 persen yang dibelanjakan? Ini berarti ada 20 persen dari penghasilan itu yang disisihkan untuk bisa mengembalikan Rp 60 juta tadi. Jika demikian, seberapa lama si sarjana itu bisa mengumpulkan kembali biaya kuliahnya yang Rp 60 juta? Jawabannya: 11 tahun 1 bulan.

Sekarang, bagaimana kalau si sarjana itu bekerja di bidang yang tidak ada hubungannya dengan bidang kuliahnya? Maka Rp 60 juta yang sudah dikeluarkan orang tuanya bisa dikatakan hampir sia-sia. Karena itu, akan lebih baik apabila sejak awal si sarjana kuliah di tempat yang lebih murah. Toh, bidang pekerjaannya berbeda dengan bidang kuliahnya, kan? Jadi buat apa mengambil kuliah di tempat yang mahal biayanya kalau toh bidang pekerjaannya nanti tak berkaitan dengan bidang kuliah?
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 650/XIII

Selengkapnya Baca...STRATEGI MENEKAN BIAYA KULIAH...

Rabu, 06 Januari 2010

Sudahkah Mengevaluasi Cara Belajar Siswa Berbakat Anda?

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengevaluasi suatu mutu pendidikan banyak dipengaruhi oleh proses mendidik yang terkait erat kebutuhan mengembangkan dan membina bakat tertentu, yaitu keberbakatan kreatif, pada anak didik.
Namun, untuk mengevaluasi berbagai instrumen yang diperlukan dalam mengkaji keberbakatan tersebut perlu ditetapkan pendekatan untuk mengakses keberbakatan itu sendiri.

Menurut Conny R.Semiawan, pemerhati pendidikan dan Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi UI, salah satu instrumen penting untuk mengevaluasi efektifitas lingkungan belajar anak berbakat adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan yang mencakup cara/metode penting dari para pengelola dan guru yang menyiapkan lingkungan belajar tersebut.
Beberapa pertanyaan in misalnya, mungkin bisa dijadikan panduan untuk mengevaluasi pola pembelajaran Anda, khususnya pada anak-anak berbakat yang tidak berprestasi:
- Sudahkah Anda membantu siswa berbakat tersebut dan menyadari gaya b elajar mereka?
- Sudahkah bertanya pada mereka, apa yang menjadikan mereka belajar secara efektif?
- Apakah lebih baik membicarakan dan menasehati anak berbakat tentang cara belajar tersebut, selain hanya isi mata pelajaran yang mereka pelajari?
- Apakah di lingkungan belajar Anda diperkenankan mengatakan, bahwa membuat kesalahan adalah kesempatan baik untuk belajar bersungguh-sungguh?
- Apakah Anda mengajarkan pembelajaran terbuka (open-ended), yang memungkinkan lebih dari satu jawaban adalah benar?
- Diperbolehkankah siswa bertanya pada diri mereka sendiri, teman sebaya dan orang lain di kelas?
- Apakah siswa Anda terlibat self assesment?
- Apakah Anda mengembangkan sumber koleksi informasi website dan pusat sumber internal sekolah maupun eksternal?
- Bagaimana Anda menjelaskan, bahwa sumber-sumber tersebut benar bisa dimanfaatkan?

Selengkapnya Baca...Sudahkah Mengevaluasi Cara Belajar Siswa Berbakat Anda?...

Sudahkah Anda Menilai Pembelajaran Kreativitas Para Siswa?

JAKARTA, KOMPAS.com — Menghadapi peserta didik berbakat, sedikitnya Anda sebagai guru memiliki 10 cara penilaian secara bermutu, apakah pembelajaran kreativitas sudah Anda lakukan di dalam kelas?
Dalam buku yang ditulisnya berjudul Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana, Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Conny R Semiawan menuturkan 10 jenis penilaian tersebut. Simak kisi-kisinya!

Perumusan masalah aktivitas guru
Sudahkah Anda sebagai guru benar-benar membantu siswa melihat aspek tertentu berbeda dengan cara yang lazim terjadi di kelas? Banyak cara atau sudut pandang yang bisa didapatkan siswa dari setiap pembelajaran yang Anda berikan.
Analisis ide
Sudahkah Anda membantu siswa secara kritis memahami kekuatan dan kelemahan dari ide-ide mereka?
Menjual ide
Sudahkah Anda membantu siswa menjelaskan, melindungi, dan meningka tkan setiap ide yang diyakini oleh mereka?
Pengendalian isu
Ibarat pedang bersisi ganda, Anda harus membantu siswa mempersiapkan diri bahwa teori-teori Anda memiliki rentangan yang terbatas tentang kebenaran. Artinya, Anda harus memancing peserta didik mencari kebenaran melalui cara pandang mereka.
Menghadang kendala
Anda harus membantu siswa agar selalu sadar bahwa tidak semua pendapatnya bisa diterima oleh orang lain.
Berani ambil risiko
Anda harus bisa membantu meyakinkan siswa untuk selalu sadar dan siap bahwa setiap kreativitas selalu mengandung risiko.
Keinginan tumbuh kembang
Sudahkah Anda membuat siswa berani menantang dirinya sendiri?
Percaya diri
Sudahkah Anda membangun kepercayaan diri siswa dengan memberinya tugas yang berat, lalu membuat perencanaan bersama dengan mereka untuk mengatasinya?
Toleransi
Sudahkah Anda membantu siswa untuk selalu bisa menghormati pendapat orang lain dan "akibat" yang akan mereka terima dengan menghormati pendapat orang lain, seperti perasaan menyesal atau kecewa karena merasa belum bisa menerima kenyataan?
Menyayangi
Sudahkah Anda bisa membuat siswa menghargai segala hal yang telah dilakukannya? Dan, sudahkah Anda menunjukkan bahwa anak didik Anda bisa berhasil dalam bidang tertentu, yang berbeda dari bidang yang sedang digelutinya di dalam kelas?

Selengkapnya Baca...Sudahkah Anda Menilai Pembelajaran Kreativitas Para Siswa?...
Rancangan Asli Oleh: x-template.blogspot.com dan Dimodifikasi Oleh :Jhonson Geo M @ 2008